Pemanfaatan dan pengembangan potensi sumberdaya perairan pantai dan laut menjadi paradigma baru pembangunan di masa sekarang yang harus dilaksanakan secara rasional dan berkelanjutan. Kebijakan ini sangat realistis karena didukung oleh fakta adanya potensi sumberdaya laut dan pantai yang masih cukup besar peluang untuk pengembangan eksploitasi dibidang perikanan baik penangkapan maupuan usaha budidaya ikan.
Sebagai kabupaten baru Tanah Bumbu yang dulunya termasuk dalam wilayah Kabupaten Kota Baru telah ditetapkan sebagai suatu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet), berdasarkan Kepres Nomor 11 Tahun 1998 tanggal 19 Januari 1998 (Anonim 2004b), tetantang penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu dan sesuai dengan peruntukannya berdasarkan pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Untuk itu perlunya eevaluasi terhadap pembangunan yang telah dicapai khususnya sektor perikanan budidaya tambak meliputi aspek kesesuaian lahan dan pemanfaatan lahan maupun aspek ekonomis untuk budidaya berdasarkan lingkup Kapet Batulicin, dengan demikian maka perlu dilakukan penelitian terhadap aspek usaha dan pola pemanfaatan ruang budidaya di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin ini, hal ini berguna untuk membantu pemerintah daerah dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan perikanan budidaya di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu.
II. MATERI DAN METODE
3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dimana menurut Moch. Nazir (2003), metode survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian adalah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin yang berada pada Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.
3.3. Wilayah Kajian dan Variabel Penelitian
Wilayah kajian penelitian adalah Kabuapaten Tanah Bumbu meliputi Kecamatan Batulicin, Kusan Hilir, Sei Loban dan Kecamatan Satui,
3.4. Parameter dan Variabel Penelitian
Parameter penelitian yang diamati adalah kesesuaian lahan budidaya, pemanfaatan lahan, serta aspek ekonomis dari usaha budidaya tambak.
3.4.1. Parameter Kesesuaian Lahan
Terbagi atas dua komponen yaitu berdasarkan aspek kesesuaian tata ruang berdasarkan RTRW Kapet Batulicin dan kesesuan lahan berdasarkan aspek fisika dan kimia perairan tambak dengan kriteria kesesuaian lahan budidaya tambak DKP (2002) meliputi :
a. Parameter topografi tanah : kelerengan, tekstur, drainase dan ketebalan gambut.
b. Parameter fisika : suhu air, kecerahan dan pola amplitudo pasang surut air laut.
c. Parameter kimia : oksigen terlarut, Amoniak, salinitas, pH dan H2S.
d. Parameter iklim : curah hujan dan hari hujan.
3.4.2. Parameter Pemanfaatan Lahan
Parameter pemanfaatan lahan meliputi variabel :
a. Luas lahan yang termanfaatkan untuk kegiatan budidaya udang windu dan luas lahan yang diperuntukan untuk kawasan budidaya.
b. Tekanan penduduk, merupakan laju pertambahan tingkat pemanfaatan sumberdaya kawasan yang dinilai dengan penduduk sekitarnya.
c. Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan lahan, merupakan tanggapan masyarakat terhadap suatu kawasan.
3.4.3. Parameter Aspek Ekonomi
a. Tingkat produksi dan penerimaan dari budidaya udang windu.
b. Biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel)
c. Tingkat keuntungan
d. Kelayakan usaha
3.5. Jenis dan Sumber data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian untuk variabel kesesuaian lahan dilakukan pengukuran langsung di lapangan (insitu) dan pengumpulan data sekunder serta untuk variabel pengamatan pemanfaatan lahan dan aspek ekonomis digunakan daftar pertanyaan (kuisioner).
3.7. Teknik Pengambilan Sampel
a. Pengambilan sampel untuk variabel pemanfaatan lahan dan aspek ekonomis dengan teknik proporsional sampling (10% dari jumlah populasi RTP di masing-masing kecamatan) kecamatan Batulicin jumlah populasi 169 RTP, Kecamatan Kusan Hilir 420 RTP, Kecamatan Sei Loban 247 RTP dan Kecamatan Satui 230 RTP.
b. Untuk variabel kesesuaian lahan berdasarkan aspek fisika dan kimia dilakukan pengukuran pada stasiun pengamatan (insitu) berdasarkan desa yang telah ditentukan dan penentuan stasiun pengamatan dilakukan dengan teknik acak sederhana (simple random sampling) yaitu dengan melakukan pengundian pada setiap lokasi tambak (RTP) pada tiga desa dan dilakukan pengulangan sampel sebanyak 3 kali setiap lokasi.
3.8. Analisis Data
3.8.1. Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis yang dilakukan adalah analisis keruangan yang dilakukan dengan cara mengkaji ruang budidaya yang telah dimanfaatkan dengan rencana tata ruang Kapet Batulicin, sesuai dengan kebijakan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Tanah Bumbu yang dituangkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Pengambangan Ekonomi Terpadu Batulicin (RUTR Kapet Batulicin) dan Peraturan Daerah (Perda).
Selanjutnya untuk mendapatklan kesesuaian lahan berdasarkan parameter fisika dan kimia perairan dilakukan pembobotan terhadap nilai parameter. Penyusunan matrik kesesuaian merupakan dasar dari analisis keruangan. Matrik disusun melalui kajian pustaka dan diskusi ekspert sehingga diketahui parameter syarat yang dijadikan acuan dalam penyusunan model ini. Syarat yang dimaksud adalah parameter utama, parameter sekunder dan parameter pendukung.
Dalam penelitian ini setiap parameter di bagi dalam tiga kelas yaitu sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai Kelas sesuai di beri nilai 3, kurang sesuai 2 dan tidak sesuai 1, selanjutnya setiap parameter dilakukan pembobotan berdasarkan parameter yang memberikan pengaruh lebih kuat diberi bobot lebih tinggi dari parameter yang lebih lemah. Total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut selanjutnya dipakai untuk menentukan klas kesesuaian lahan budidaya tambak udang
Dengan pembagian syarat-syarat tersebut, maka disusun matrik dengan sistem penilaian pada Tebel 3 berikut ini.
Tabel Kriteria Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak Udang Windu
Parameter Kisaran Angka Penilaian Bobot Skor Sumber
DO
(mg/l) >6
3 – 6
< 3 3
2
1
3 9
6
3 Anonim, 2007b
Salinitas (o/oo) 15 – 25
10 – 14 atau 25 – 30
< 10 atau 30 3
2
1 3 9
6
3 Anonim, 2007b
Suhu
(oC) 29 -30
26 – 29 atau 30 – 32
<> 32 3
2
1
2 6
4
2 Anonim, 2007b
Kecerahan (cm) 30 – 40
25 – 30 atau 40 – 60
<> 60 3
2
1 2 6
4
2 Anonim, 2007b
Ibnu Dwi Buono (1993)
H2S
(mg/l) <0,1
0,1 – 0,2
> 0,2 3
2
1 2 6
4
2 DKP, 2002
pH 7,5 - 8,5
6 – 7,5
<6> 8,5 3
2
1 2 6
4
2 DKP, 2002
Ibnu Dwi Buwono (1993)
Amoniak (mg/l) < 0,3
0,3 – 0,5
>0,5 3
2
1 2 6
4
2 DKP, 2002
Ibnu Dwi Buwono (1993)
Kelerengan
(αo) < 1 - 2o
2 – 3o
> 3o 3
2
1 1 3
2
1 DKP, 2002
Tekstur (cm) Halus
Sedang
Buruk 3
2
1 1 3
2
1 DKP, 2002
Amplitudo Pasut (m) 1,5 – 2,5
1-1,5 & 2,5- 3,0
<> 3 3
2
1 1 3
2
1 DKP, 2002
Curah Hujan (mm/th) 2500 - 3000
1000-2000 / 3000-35000
<> 3500 3
2
1 1 3
2
1 DKP, 2002
Sumber : Adopsi dan modifikasi SK 34/Men/2002. Anonim, 2007b, Ibnu Dwi Buwono (1993) dan DKP 2002.
Interval kelas kesesuaian lahan berdasarkan metode equal interval (Eddy Prahasta, 2007). Perhitungannya adalah sebagai berikut :
(Σ ai.Xn)-(Σai.Xn)min
I =
k
Keterangan :
I : Interval klas kesesuaian lahan
K : Jumlah klas kesesuaian lahan yang dinginkan
Tabel Nilai skor minimum, skor maksimum dan bobot untuk Kesesuaian lahan Budidaya Tambak Udang windu
No Kriteria Nilai
Min Nilai
Mak Bobot Total Skor
Min Mak
1 DO (mg/l) 1 3 3 3 9
2 Salinitas (o/oo) 1 3 3 3 9
3 Suhu (oC) 1 3 2 2 6
4 Kecerahan (cm) 1 3 2 2 6
5 H2S (mg/l) 1 3 2 2 6
6 pH 1 3 2 2 6
7 Amoniak (mg/l) 1 3 2 2 6
8 Kelerengan (αo) 1 3 1 1 3
9 Tekstur (cm) 1 3 1 1 3
10 Amplitudo Pasut (m) 1 3 1 1 3
11 CH (mm/th) 1 3 1 1 3
Total 20 63
Berdasarkan rumus dan perhitungan di atas diperoleh interval klas kesesuaian lahan sebagai berikut :
60 – 20
I = = 13,33
3
Maka diperoleh penilaian (Skor) kelas kesesuaian lahan untuk budidaya tambak udang windu adalah seperti Tabel berikut :
Skor Tingkat Kesesuaian Keterangan
48 – 61
Sangat Sesuai Daerah ini tidak mempunyai pembatasan yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatasan yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunannya dan tidak akan menaikan masukan atau tingkat perlakuan yang diberikan.
34 – 47
Sesuai Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang diterapkan, pembatas ini akan meningkatkan masukan atau tingkat perlakuan/penggunaan yang diberikan.
20 – 33
Tidak sesuai Daerah ini mempunyai pembatas permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan/penggunaan pada daerah tersebut.
3.8.2. Analisis Pemanfaatan Lahan
Untuk menentukan luas lahan yang termanfaatkan untuk kegiatan budidaya tambak dilakukan dengan membandingkan luasan lahan yang termanfaatkan untuk kegiatan budidaya tambak dengan luasan lahan yang diperuntukan untuk kawasan budidaya tambak.
Untuk mengetahui tekanan penduduk (population pressure) terhadap suatu kawasan, rumus yang digunakan adalah : (Suryanto, 2004)
(Si/Pi) – (So/Po)
PP = X 100%
(So/Po)
Dimana :
PP : Laju pertumbuhan tekanan penduduk So
So : Jumlah sumberdaya yang dimanfaatkan pada tahun ke – 0
Si : Jumlah sumberdaya yang dimanfaatkan pada tahun ke – I
Po : Jumlah penduduk/pemanfaatan pada tahun ke – 0
Pi : Jumlah penduduk/pemanfaatan pada tahun ke I
Dengan kriteria sebagai berikut
Skor : > 80 – 100%, Sangat serius
Skor : 60 – 79%, Lebih dari serius
Skor : 40 – 59%, Serius
Skor : 20 – 39%, Kurang serius
Skor : <>
Selanjutnya hasil persepsi masyarakat dilakukan analisis regresi dan korelasi untuk mengatahui model regresi dan keeratan hubungan fungsional yang terbentuk dari umur, tingkat pendidikan dan lama usaha tambak terhadap persepsi masyarakat tentang tatarung kawasan budididaya.
3.8.3. Analisis Ekonomis
Biaya (Soekartawi, 1995) :
TC : FC + VC
Dimana :
TC : Total Cost/Biaya total
FC : Fixed cost/Biaya tetap
VC : Variabel cost/ Biaya variable
Penerimaan (Soekartawi, 1995) :
TR : Yi . Pyi
Dimana :
TR : Total Revenue/Penerimaan total
Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usaha i
Py : Harga Y
Pendapatan bersih/Keuntungan (Soekartawi, 1995) :
Pd : TR – TC
Dimana :
Pd : Pendapatan bersih (keuntungan)
TR : Total revenue / penerimaan total
TC : Total cost/Biaya total
Kelayakan :
Untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha dapat dilakukan analisis perbandingan penerimaan total dengan biaya total (Hernanto, 1989), dengan persamaan :
RCR : TR/TC
Dimana :
RCR : Revenu Cost Ratio
TR : Total revenue / penerimaan total
TC : Total cost/biaya total
Dengan kriteria :
RCR : > 1, usaha layak
RCR : = 1, usaha impas
RCR : <>
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Letak dan Keadaan Alam lokasi Penelitian Secara Umum
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin secara administratif termasuk pula di dalamnya Kabupaten Tanah Bumbu dengan luas wilayah 5.066,96 Km2 dan secara geografis terletak pada 2o52’ – 3o47’ LS dan 115o15’ – 116o14’ BT dengan batas wilayah : sebelah Utara Kabupaten Kotabaru, sebelah Timur Kabupaten Kotabaru, sebelah Selatan Laut Jawa, sebelah Barat Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut .
Gambar Peta Wilayah Kabuapaten tanah Bumbu dan sebaran kapet Batulicin
4.1.1. Keadaan Tanah dan Penggunaan Lahan
Ketinggian Tempat
Wilayah ini dapat dibagi mejadi 4 kelas ketinggian yaitu : Kelas ketinggian 25 – 100 m dpl, 25 – 100 m dpl, 100 -5 00 m dpl dan 500 – 1000 m dpl. (Bappeda Tanah Bumbu, 2003).
Gambar Peta Sebaran Ketinggian Lahan
Kemiringan Tanah
Wilayah dengan lereng > 40% dimanfaatkan untuk hidro orologis dengan penanaman tanaman keras, 0 – 8% dimanfaatkan untuk pemukiman dan perkantoran, 8 – 15% dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan pemukiman/pedesaan, 15 – 40% dimanfaatkan untuk perkbunan. (Bappeda Tanah Bumbu, 2003.
Gambar Peta Sebaran Kemiringan Tanah
Jenis Tanah
Secara umum jenis tanah di Kabupaten Tanah Bumbu terdiri dari jenis tanah podsolik, komplek PMK, Laterit lithosol, lathosol, Podsol, Renzina, Lathosol dan Lithosol (Bappeda Tanah Bumbu, 2003).
Gambar Peta Sebaran Jenis Tanah
Tekstur Tanah
Tekstur halus (lempung liat, lempung llia tberpasir, liat dan gambut) meliputi wilayah kecamatan Satui, Kusan Hilir, Sebagian Kusan Hulu dan Sebagian Kecamatan Batulicin.
Tekstur sedang (lempung, lempung berdebu dan debu) Sebagiab Kecamatan Kusan Hulu dan sebagian besar Kecamatan Batulicin
Gambar Peta Sebaran Tekstur Tanah
4.1.2. Keadaan Iklim
Tercatat curah hujan tertinggi pada bulan Januari yaitu 324,10 mm dan terendah pada bulan September yaitu 3,40 mm, sedangkan rata-rata hari hujan tertinggi pada bulan Januari 28,20 hari dan terendah pada bulan September 1,50 hari, dengan tipe iklim C (agak basah) (nilai Q = 0,5781) Schmitd dan Ferguson dalam Handoko (1995).
4.1.3. Keadaan Penduduk
Sebaran penduduk di setiap kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah
Pria Wanita
1
2
3
4
5 Kusan Hilir
Satui
Kusan Hulu
Batulicin
Sei Loban 19.679
23.160
10.350
44.062
9.202 19.583
20.626
9.553
40.183
8.327 39.262
43.786
19.903
84.245
17.529
Total 106.453 98.272 204.725
Sumber : BPS Statistik Kab Tanah Bumbu (2004)
4.2. Aspek Tata ruang dan Kesesuaian Lahan
Berdasarkan laporan Rencana Tataruang Bappeda Tanah Bumbu (2003) Kabupaten Tanah Bumbu, maka komposisi pemanfaatan ruang lahan (tanah) meliputi : a) Kampung atau pemukiman, b) Industri, c) Pertambangan, d) Persawahan Irigasi teknis, e) Pertanian tanah kering semusim, f) Kebun campuran sejenis, g) Perkebunan besar, h) Padang (semak, ilalang dan rumput), i) Hutan, j) Perairan Darat (Rawa, Kolam), k) lahan untuk penggunaan lain-lain. Sedang ruang kelautan wilayah kapet Batulicin yang terintegrasi dalam Kabupaten Tanah Bumbu memiliki panjang pantai ± 200 km yang merupakan potensi perikanan darat maupun laut, agribisnis dan wisata.
Gambar Peta Sebaran Penggunaan
Merujuk pada Laporan Dinas Perikanan Kabupaten Tanah Bumbu (2003) sebaran potensi budidaya tambak meliputi Kecamatan Batulicin, Kusan Hilir, Sungai Loban dan Satui dengan potensi tambak 11.140 Ha, dengan pola pemanfaatan lahan pada tahun 2014 secara umum Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah pengembangan industri, pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan pertambangan.
Gambar Peta Zonasi Potensi Tambak
Selanjutnya Rencana Pola Pemanfaatan Lahan tahun 2014 (Laporan RTRW Kabupaten Tanah Bumbu 2003) maka secara umum Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah pengembangan industri, pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan pertambangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar Rencana Pola Pemanfaatan Lahan tahun 2014.
Gambar Peta Rencana Pola Pemanfaatan Lahan Tahun 2014
Kemudian hasil analisis kesesuaian lahan untuk budidaya tambak udang windu menunjukkan kecamatan Batulicin dan Kusan Hilar dengan kriteria sesuai (skor 47) kemudian untuk kecamatan Sei Loban dan Satui masuk katagori sangat sesuai (skor 49).
Kecamatan Batulicin dan Kusan Hilir memiliki kriteria kesesuaian lahan sesuai untuk usaha budidaya udang windu, maka dapat dikatakan bahwa daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang diterapkan, pembatas ini akan meningkatkan masukan atau tingkat perlakuan/penggunaan yang diberikan. Dengan demikian dari hasil sampel kualitas air menunjukan bahwa DO, Salinitas, Suhu dan tingkat kecerahan air tambak memiliki kriteria sesuai dan ini perlu mendapat perhatian serta penanganan yang lebih intensif untuk mengoptimalkan kondisi parameter kualitas air tersebut. Alternatif yang dapat dilakukan untuk optimalisasi DO adalah dengan mengoperasikan kincir air pada unit tambak sehingga konsentrasi DO dapat ditingkatkan pada batas optimal. Kemudian untuk Salinitas air perlu pengelolaan dengan menurunkan kadar salinitas pada batas optimum, hal ini dapat dilakuakan dengan pencampuran air tawar dengan adanya stok air tawar yang memadai atau dengan penempatan kolam tandon air tawar di setiap unit tambak sehingga memudahkan pengontrolan kondisi Salinitas. Sedangkan untuk suhu air dapat dilakukan pengoptimalan dengan sistem sirkulasi air secara kontinyu dari kolam-kolam penampungan air atau dengan meningkatkan kedalaman air sampai batas maksimum sehingga penetrasi sinar matahari ke dalam perairan tambak dapat diperlambat dengan demikian suhu dapat lebih dipertahankan pada kondisi optimum.
Pada Kecamatan Sei Loban dan Satui hasil evaluasi kesesuaian lahan menunjuukan kriteria sangat sesuai, dengan demikian daerah ini tidak mempunyai pembatasan yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai hambataan yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunannya dan tidak akan menaikan masukan atau tingkat perlakuan yang diberikan. Namun yang perlu diperhatikan adalah kondisi DO, salinitas dan suhu yang masih belum optimal untuk itu perlu dilakukan pengelolaan terhadap kualitas air tersebut dengan memberikan sistem airasi pada petakan tambak, pergantian dan penambahan air tawar pada unit-unit tambak udang windu.
Gambar Peta Tingkat Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak Udang Windu
Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan budidaya tambak tersebut dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang yang lebih detail lagi terutama kawasan yang mempunyai sifat khusus seperti budidaya tambak, dimana dalam rencana tata ruang yang telah disusun tahun 2003 -2007 dan proyeksi pola pemanfaatan lahan ditahun 2014 tidak mencantumkan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya tambak, hal ini bertolak belakang dengan potensi perikanan tambak yang ada di kabupaten Tanah Bumbu sebagai pendukung Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang memiliki potensi pengembangan kawasan budidaya sebesar 11.140 ha, dimana potensi yang terealisasi sampai sekarang baru mencapai 2.288,3 Ha atau baru 20,54% dari total potensi yang ada.
Penataan ruang di Kapet Batulicin yang berada di Kabupaten Tanah Bumbu dapat dilakukan melalui proses perencanaan secara matang antara lain melalui persiapan penyusunan rencana tataruang, merumuskan kebijakan pengaturan tata ruang, menyelaraskan antara program pembangunan dengan rencana tata ruang kawasan, pengawasan atas pemanfaatan tata ruang serta penertiban atas pelanggaran pemanfaatan ruang.
Aspek Pemanfaatan Lahan
Luas lahan yang termanfaatkan untuk kegiatan budidaya dapat dilihat pada pada Tabel berikut
Tabel Luas Lahan Termanfaatkan untuk Kegiatan Budidaya Tambak Rakyat pada Kapet Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu
No Kecamatan Luas Potensi Lahan (Rawa)
(Ha) Eksistensi
Tambak (Ha) Luas lahan Termanfaatkan per Kecamatan
(%)
1
2
3
4 Batulicin
Kusan Hilir
Sei Loban
Satui 981
3.242
4.200
2.717 350,6
778,7
616
543 35.74
24.02
14.67
19.98
Total 11.140 2.288,3
Tergambar bahwa luas lahan yang termanfaatkan masih jauh dari luas potensi lahan yang tersedia untuk budidaya tambak, dimana semua kecamatan masih di bawah 50% dan secara keseluruhan hanya 20,54%
Selanjutnya untuk laju tekanan penduduk terhadap kawasan budidaya tambak udang windu dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel Laju Tekanan Penduduk Terhadap Kawasan Budidaya Udang Windu
No Kecamatan Luas Lahan Di Manfaatkan Pada Tahun (ha) Jumlah penduduk Pada Tahun
(Jiwa) Laju Tekanan
(%)
Klasifikasi
Tekanan
Penduduk
1999 2004 1999 2004
1 Batulicin
265,4
350,6
69.650
84.245
9,22
Tdk serius
2 Kusan Hilir
657,5
778,7
35.446
39.262
6,92
Tdk serius
3 Sei Loban
420,0
616,0
12.500
17.529
4,59
Tdk serius
4 Satui 442,0 543,0 38.550 43.786 8,16 Tdk serius
Gambar Laju Tekanan Penduduk Terhadap Kawasan Budidaya Udang Windu
4.3. Aspek Persepsi Masyarakat dan Ekonomi
4.4.1. Persepsi Masyarakat
Hasil jawaban responden memiliki kecenderungan yang beragam selengkapnya ditabelkan sebagai sebagai berikut.
Tebel Kecenderungan Responden Dalam Menjawab Kuesioner
No Pernyataan Jumlah Responden
SS S R TS STS
Aspek Tata Ruang dan Kesesuaian Lahan
1 Kesesuaian lahan budidaya dengan tata ruang. 0,93 2,80 22,43 42,06 31,78
2 Lahan memenuhi syarat untuk tambak - 1,87 11,21 47,66 39,25
3 Lokasi Tepat digunakan sebagai area tambak - 2,80 11,21 46,73 39,25
4 Areal tambak membuat perubahan daya dukung alam 5,61 6,54 7,48 31,78 48,60
5 Areal tambak menyebabkan perubahan kondisi pantai/muara 14,95 16,82 18,69 22,43 27,10
Aspek Sosial
6 Keterlibatan/peranan masyarakat dalam penyusunan RTRW. 37,38 8,41 15,89 37,38 0,93
7 Perlu tidaknya masyarakat terlibat dalam penyusunan RTRW - - 13,08 72,90 14,02
8 Adanya Sosialisasi RTRW - 24,30 10,28 39,25 26,17
Aspek Lingkungan
9 Adanya dampak negatif dari area tambak terhadap lingkungan sekitar 4,67 23,36 11,21 42,06 18,69
10 Adanya aspek yang harus diperhatikan dalam pembukaan lahan tambak - 2,15 6,82 26,17 44,86
11 Adanya pencemaran lingkungan dari luar area tambak 0,93 31,78 8,41 8,97 29,91
12 Adanya pencemaran lingkungan yang mengkhawatirkan area tambak 6,54 26,17 0,93 26,17 40,19
13 Tanggung jawab terhadap perubahan lingkungan akibat dari budidaya tambak 3,74 34,58 - 23,36 38,32
Hasil uji F menunjukan nilai F hitung (6,437) > F tabel 5% (2,693) atau probabilitas (0,000) <>
Tabel Rerata Biaya Produksi yang Dikeluarkan Dalam Usaha Budidaya Tambak Pada Kapet Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu
No Kecamatan Biaya
Tetap
(Rp) (%) Tidak Tetap (Rp) (%) Total
(Rp) Persentase
(%)
1
2
3
4 Batulicin
Kusan Hilir
Sei Loban
Satui 7.373.250,00 6.967.098,25 7.176.295,03
8.176.097,87 24,83
23,46
24,17
27,54 4.959.117,65
5.496.473,21
4.627.412,51
6.689.003,62 22,78
25,25
21,25
30,72 12.332.367,65
12.463.571,47
11.803.707,54
14.865.101,49 23,96
24,22
22,94
28,88
Total 29.692.741,15 100,00 21.772.006,99 100,00 51.464.748,15 100,00
Rerata 7.423.185,29 5.443.001,75 12.866.187,04
Selanjutnya hasil analisis regresi menunjukkan model : Y = 11,508 + 0,1741 X1 + 3,327X2 + 5,004X3
pendidikan serta lama usaha menunjukkan keberartian yang nyata.
4.4.2. Aspek Ekonomi
Biaya produksi
Komponen biaya produksi merupakan total biaya yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Rerata biaya produksi di empat kecamatan adalah sebesar Rp. 12.866.187,04/kecamatan, dengan komponen biaya tertinggi yang dikeluarkan adalah pada komponen biaya tetap sebesar Rp. 7.423.185,29/kecamatan dan terendah pada biaya tetap sebesar Rp. 5.443.001,75/ kecamatan
Tabel Tingkat Produksi (kg) dan Penerimaan (Rp) Petambak Rakyat di Kabupaten Tanah Bumbu
No Kecamatan Rerata Produksi
(kg) Persentase
Produksi
(%) Rerata Penerimaan
(Rp) Persentase
(%)
1
2
3
4 Batulicin
Kusan Hilir
Sei Loban
Satui 337,06
391,04
314,76
419,57 23,05
26,74
21,52
28,69 20.738.235,29
21.507.095,24
17.311.800,00
23.076.086,96 25,10
26,03
20,95
27,93
Total 1.462,43 100 82.633.217,49 100
Rereta 365,61 20.658.304,37
Diketahui bahwa rerata produksi diempat kecamatan adalah sebesar 365,61 Kg/Kecamatan, dengan produksi tertinggi pada kecamatan Satui 419,57 kg (28,69%) dan terendah pada Kecamatan Sei Loban 314,76 kg (21,52%) dari total produksi.
Rerata penerimaan di empat kecamatan adalah sebesar Rp 20.658.304,37/kecamatan dengan penerimaan terbesar di Kecamatan Kusan Hilir sebesar Rp. 21.507.095,24 atau 26,03% dari penerimaan total, dan penerimaan terendah di
Melihat gambaran di atas, maka rata-rata produksi udang windu yang dihasilkan dalam satu kali produksi adalah sebesar 188,34 kg/ha. Dengan produksi tertinggi dihasilkan kecamatan Kusan Hilir sebesar
Tabel Rerata Produksi Tambak Udang Windu pada Kapet Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu
No Kecamatan Rerata Luas Tambak (Ha) Rerata Produksi (Kg) Produksi/Ha Persentase
(%)
1
2
3
4 Batulicin
Kusan Hilir
Sei Loban
Satui 2,29
1,83
1,51
2,28 337,06
391,04
314,76
419,57 147,19
213,68
208,45
184,02 19,54
28,36
27,67
24,43
Total 7,91 1.462,43 753,34 100
Rerata 1,98 365,61 188,34
Produksi dan penerimaan
Hasil analisis produksi dan penerimaan menunjukkan bahwa tingkat produksi dan penerimaan petani tambak diempat kecamatan bervariasi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tebel berikut.
Kecamatan Sei Loban sebesar Rp. 17.311.800,00 atau 20,95% dari total penerimaan. Untuk produksi per hektar yang dihasilkan oleh masing-masing petambak dapat dilihat pada tabel berikut.
213,68 kg/ha. Bila dibandingkan dengan data produksi udang windu Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2004 rerata sebesar 475,50 kg/ha dan tahun 2005 rerata 546,41 kg/ha (Dinas perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Selatan, 2004 dan 2005), maka produksi udang windu di Kabupaten Tanah Bumbu lebih rendah bila dibandingkan dengan rerata produksi di tingkat propinsi, hal ini diduga masih belum optimalnya input teknologi budidaya yang diterapkan para petambak di Kabupaten Tanah Bumbu.
Tingkat keuntungan
Tabel Tingkat Keuntungan Usaha Budidaya Tambak Udang Rakyat pada Kapet Batulicin
No Kecamatan Total Tingkat Keuntungan (Rp) Persentase
(%)
Penerimaan (Rp) Biaya (Rp)
1
2
3
4 Batulicin
Kusan Hilir
Sei Loban
Satui 20.738.235,29
21.507.095,24
17.311.800,00
23.076.086,96 12.332.367,65
12.463.571,47
11.803.707,54
14.865.101,49 8.405.867,65
9.043.523,77
5.508.092,46
8.210.985,46 26,97
29,01
17,67
26,34
Total 82.633.217,49 51.464.748,15 31.168.469,34 100,00
Rerata 20.658.304,37 12.866.187,04 7.792.117,34
Dari tabel diatas dijelaskan bahwa rerata keuntungan sebesar Rp. 7.792.117,34/kecamatan, dengan keuntungan tertinggi di Kecamatan Kusan Hilir sebesar Rp. 9.043.523,77 atau 29,01%, dan terendah pada Kecamatan Sei Loban sebesar Rp. 5.508.092,46 atau sebesar 17,67% dari total keuntungan.
Kelayakan ekonomis usaha budidaya tambak rakyat
Tabel Tingkat Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Udang Windu
No Kecamatan Total Nilai RCR
Penerimaan (Rp) Biaya (Rp)
1
2
3
4 Batulicin
Kusan Hilir
Sei Loban
Satui 20.738.235,29
21.507.095,24
17.311.800,00
23.076.086,96 12.332.367,65
12.463.571,47
11.803.707,54
14.865.101,49 1,67
1,70
1,46
1,56
Total 82.633.217,49 51.464.748,15
Tabel di atas menunjukkan Kecamatan Kusan Hilir memiliki tingkat kelayakan usaha budidaya terbaik denga nilai RCR 1,70 dan terendah pada Kecamatan Sei Loban sebesar 1,46. Di semua kecamatan menunjukkan kriteria layak untuk di usahakan (RCR > 1).
4.4. Pengelolaan Usaha Budidaya Tambak Udang Windu
Untuk mengetahui ketepatan pengelolaan usaha budidaya tambak pada Kapet Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu dapat diketahui dengan menggabungkan aspek kesesuaian lahan, aspek pemanfaatan lahan, aspek tekanan penduduk dan aspek ekonomis usaha budidaya tambak, yang hasilnya adalah sebagai berikut.
Tabel Matrik Hubungan Aspek Kesesuaian Lahan, Aspek Pemanfaatan Lahan, Aspek Tekanan Penduduk dan Aspek Ekonomis Usaha Budidaya Tambak Udang WIndu
Kesesuaian lahan Tingkat Pemanfaatan Lahan Budidaya Tingkat Tekanan Penduduk Terhadap Lahan budidaya Tingkat Kelayakan Ekonomis
Sangat Sesuai Sesuai Tidak sesuai Tinggi Sedang Kurang sangat serius Lebih dari Serius Serius Kurang serius Tdk serius Layak Impas Tdk layak
Kecamatan Batulicin
√ √ √ √
Kecamatan Kusan Hilir
√ √ √ √
Kecamatan Sei Loban
√ √ √ √
Kecamatan Satui
√ √ √ √
Dengan demikian maka diketahui secara keseluruhan bahwa usaha budidaya Tambak pada Kapet Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu didukung oleh potensi lahan yang sangat sesuai untuk Kecamatan Satui dan Sei Loban dan tingkat sesuai untuk Kecamatan Batulicin dan Kusan Hilir dan dari aspek ekonomis layak untuk diusahakan serta didukung oleh tingkat tekanan penduduk terhadap lahan budidaya masih rendah. Namun pemanfaatan lahan untuk usaha budidaya masih belum optimal. Maka selanjutnya perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan dengan mempertahankan dan mengoptimalkan daya dukung lingkungan untuk usaha budidaya tambak udang serta mengoptimalisasikan pemanfaatan lahan sesuai dengan potensi lahan dan perlu adanya peraturan daerah untuk mempertahankan kawasan budidaya tambak terhadap tekanan pemanfaatan lahan dari fungsi pemanfaatan lahan yang lainnya.
IV.KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasakan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Kesesuaian lahan yang ada di kapet Batulicin pada Kabupaten Tanah Bumbu termasuk kategori sesuai untuk Kecamatan Batulicin dan Kusan Hilir kemudian untuk Kecamatan Sei Loban dan Satui dengan kriteria sangat sesuai untuk kegiatan budidaya tambak udang windu.
2. Pemanfaatan lahan yang ada di kapet Batulicin pada Kabupaten Tanah Bumbu untuk usaha budidaya tambak masih belum optimal
3. Laju tekanan penduduk terhadap lahan budidaya tambak yang ada di Kapet Batulicin pada Kabupaten Tanah Bumbu masih dalam kriteria tidak serius.
4. Kelayakan ekonomis usaha budidaya tambak udang windu yang ada di kapet Batulicin pada Kabupaten Tanah Bumbu menunjukkan kriteria layak untuk diusahakan
Saran
Hendaknya masyarakat lebih mengoptimalkan pemanfaatan lahan untuk kegiatan usaha budidaya tambak sesuai dengan potensi yang dimiliki sehinggga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, hal ini tentunya memerlukan dukungan dari pemerintah daerah baik berupa dukungan teknis maupun non teknis. Selain itu pula perlunya peraturan daerah yang mengatur tentang pemanfaatan lahan sehingga tidak terjadi tumpang tindih pemanfatan lahan dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004b. Pekerjaan Rencana Pengembanagn Usaha (Bisnis Plan) Kapet dan Evaluasi Kelayakan Peluang Investasi. Laporan Akhir. PT. Santika Consultindo-BP.Kapet Batulicin
______, 2007b. Metodologi Penelitian dan Pengkajian Perikanan. . Accessed 29 September 2007.
Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu, 2003. Lapporan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Bappeda Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.
BPS Kabupaten Tanah Bumbu, 2004.. Kabupaten Tanah Bumbu Dalam Angka. Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu. Kalimantan Selatan
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), 2002. Kriteria Kesesuaian Lahan. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Dinas Perikanan dan Kelautan propinsi Kalimatan Selatan, 2004. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Tahun 2003/2004 Selatan. Kalimantan Selatan.
_________, 2005. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Tahun 2004/2005 Selatan. Kalimantan Selatan.
Eddy Prahasta, 2007. Sistem Informasi Geografis Tutorial ArcView. Informatika. Bandung.
Hernanto., F, 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Bappeda Tanah Bumbu, 2003.
Handoko, 1995. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka. Jakarta.
Ibnu Dwi Purnomo, 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Kanisius. Yogyakarta.
Muchammad Nazir, 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Suryanto.,A, 2004. Pedoman Zonasi. Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Dalam Pemanfaatan Potensi Wilayah Pesisir dan lautan. Bahan Bacaan Matakuliah Tata Ruang dan Pulau-Pulau Kecil. Universitas Diponegoro. Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar