Produksi jagung di Indonesia selama 5 tahun terakhir terus meningkat, pada tahun 2006 mencapai sekitar 12 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan meningkat menjadi 13,6 juta ton. Jagung digunakan untuk bahan baku industri makanan, konsumsi langsung manusia dan terbesar untuk bahan baku industri pakan ternak. Kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak mencapai 5 juta ton/tahun dengan laju kenaikan sekitar 10 - 15% setiap tahunnya (Ditjen P2HP, 2008). Namun peningkatan produksi ini belum dibarengi oleh peningkatan mutunya, sehingga produksi jagung dari petani ditolak oleh pabrik pakan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan jagung dan juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap jagung impor adalah dengan penanganan pascapanen yang baik sehingga kehilangan hasil selama kegiatan pascapanen dapat ditekan. Menurut Purwadaria (1987), kegiatan pascapanen jagung meliputi pemanenan, pengangkutan, pengeringan, perontokan dan penyimpanan. Besarnya susut pada kegiatan pascapanen jagung (tidak termasuk pada kegiatan penyimpanan) bervariasi dari 1,2 – 5,2% susut tercecer dan 5 - 10 % susut mutu.
Permasalahan mutu pada biji-bijian khususnya jagung sampai saat ini masih menjadi persoalan penting. Tingginya tingkat kerusakan dan cemaran yang disebabkan oleh cara-cara penanganan yang kurang baik menyebabkan harga jagung jatuh di pasaran, bahkan ketika dihadapkan pada standar mutu yang sudah ditetapkan, jagung tersebut tidak dapat diterima oleh industri pakan. Kerusakan tertinggi biasanya terjadi saat perontokan dengan mesin dan jagung yang telah terkelupas kulitnya akan memudahkan jamur untuk tumbuh secara cepat terutama dari jenis Aspergillus yang berpotensi menghasilkan aflatoksin.
Selama ini evaluasi mutu dalam proses pemutuan jagung masih dilakukan secara manual melalui pengamatan visual. Evaluasi mutu dengan cara ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain membutuhkan waktu lama dan menghasilkan produk dengan mutu yang tidak konsisten karena keterbatasan visual manusia, kelelahan dan adanya perbedaan persepsi tentang mutu pada masing-masing pengamat. Pengolahan citra merupakan alternatif untuk mengatasi persoalan tersebut. Cara ini memiliki kemampuan yang lebih peka karena dilengkapi dengan sensor elektro-optika yang bisa dipastikan akan lebih tepat dan obyektif jika dibandingkan dengan cara visual manusia yang bersifat subyektif dan sangat dipengaruhi oleh kondisi psikis pengamatnya (Gao and Tan, 1996). Teknik pengolahan citra bisa memberikan informasi yang baik jika digabungkan dengan sistem pengambilan keputusan yang bisa memberikan akurasi yang tinggi. Kusumadewi (2003), penggunaan Jaringan Syaraf Tiruan memungkinkan akan memberikan hasil optimal, karena memiliki kelebihan dalam menyelesaikan persoalan yang sifatnya non-linear.
Penelitian dan pengembangan pengolahan citra dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk kepentingan identifikasi mutu fisik suatu komoditas sudah banyak dikembangkan, seperti untuk identifikasi tingkat kerusakan biji kopi (Sofi’i, dkk, 2005), pemutuan edamame (Sudibyo, dkk, 2006), pemutuan bunga potong (Ahmad, U. dkk, 2006) dan masih banyak lagi. Penelitian seperti ini merupakan dasar bagi penelitian dan pengembangan bidang sortasi tanpa menyentuh dan merusak objeknya.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan algoritma pengolahan citra untuk identifikasi mutu fisik jagung dengan menggunakan pengolahan citra digital dan Jaringan Syaraf Tiruan (
Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan sejak bulan Pebruari sampai dengan bulan Juli 2008. Bahan yang digunakan adalah jagung P-11 yang diperoleh dari kebun petani di desa Mojopuro, kabupaten Sumberlawang, Sragen, Jawa Tengah. Jagung dipipil kemudian dikeringkan sampai kadar air 14% dan dipisahkan berdasarkan mutu fisiknya seperti biji utuh, biji rusak, biji patah dan biji berjamur. Definisi untuk masing-masing kriteria mutu fisik tersebut seperti pada Tabel 1 di bawah ini.
Peralatan yang digunakan adalah kamera digital, kotak pengambilan citra, lampu PL 5 watt 4 buah, dan seperangkat komputer. Jarak kamera dengan objek adalah 15 cm.
Tabel 1 Definisi untuk Masing-Masing Kriteria Mutu Fisik Jagung
No. | Mutu fisik | Definisi |
1. | Biji utuh | biji jagung kering yang secara fisik keseluruhannya utuh tanpa adanya bercak, cacat ataupun jamur |
2. | Biji rusak | biji jagung yang cacat ataupun rusak akibat serangan serangga atau hama gudang. |
3. | Biji patah | biji jagung yang tidak utuh/rusak akibat proses perontokan atau pemipilan |
4. | Biji berjamur | Biji jagung yang sudah terserang cendawan atau jamur |
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar